Meskipun sudah lumayan berumur, Suzuki Thunder biru milik Abdul Rasyid masih garang berkelana. Sepeda motor bertangki besar itu mampu menembus jalur-jalur berat di Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara. Rasyid, kini 37 tahun, sedang menjalankan tugas jurnalistik.
Jelang petang pada 2010 silam, Rasyid mengelilingi taman hutan raya tersebut. Berteman jaket berbahan jeans yang mulai lusuh, ia menelusuri dugaan praktik maksiat. Menurut informasi awal, sebuah warung di tepi jalan poros Samarinda-Balikpapan menyediakan jasa esek-esek. Kedai tersebut berkedok layanan pijat.
Liputan Rasyid diturunkan di surat kabar tempat ia bekerja, Kaltim Post. Dalam laporannya, Rasyid menggali informasi dengan berpura-pura sebagai pembeli. Dengan detail dia melaporkan bahwa dugaan itu benar belaka. Sepekan kemudian, warung tersebut dibongkar Satuan Polisi Pamong Praja Kukar.
Selama 10 tahun, sejak 2006 hingga 2016, Rasyid berkhidmat sebagai jurnalis. Ia bekerja di media setelah lulus dari Madrasah Aliyah Asy-Syifa, Balikpapan. Pendidikan dasar dan menengahnya juga dari madrasah di Batuah, sebuah desa di Kecamatan Loa Janan, Kukar. Rasyid kemudian menyelesaikan sarjana teknik jurusan sipil di Universitas Balikpapan selagi bekerja.
Kariernya menanjak di perusahaan surat kabar. Lelaki kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, ini, dipercaya sebagai manajer pemasaran. Namun, sejak 2016, Rasyid beralih profesi. Ia terjun ke usaha pertambangan batu bara. Rasyid memimpin sebuah perusahaan di Samarinda, PT Buana Rizki Armia.
Kesibukannya meniti karier —selain menjadi tulang punggung keluarga karena ayahnya meninggal sejak ia kecil— membuat ia “terlambat” menikah. Rasyid baru mempersunting Evi Wardhana, istrinya, ketika ia berusia 35 tahun.
Karier Rasyid makin berkilau. Ia dipercaya sebagai direktur PT Sari Buana Mandiri. Perusahaan tambang ini beroperasi di Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kukar. Desa tempat Rasyid menghabiskan masa kecil dan remajanya. Sepanjang memimpin perusahaan inilah, Rasyid banyak berinteraksi dengan warga. Beragam hal ia lakukan lewat perusahaan, mulai membangun jalan tani, mengadakan kompetisi sepak bola, sampai membantu pembinaan remaja setempat.
“Saya besar di Batuah. Saya tak pernah berpikir dua kali ketika kampung memerlukan bantuan,” jelas Rasyid kepada kaltimkece.id.
Atas partisipasinya, Rasyid dipercaya memimpin Dusun Karya Makmur. Dusun ini lokasinya tepat di ujung Batuah, sebelum memasuki Bukit Soeharto jika dari arah Samarinda. Kepemimpinan Rasyid dianggap berhasil. Dusun Karya Makmur didaulat menjadi yang terbaik di Batuah. Banyak kerabat lantas mendorongnya maju di pemilihan kepala desa. Rasyid setuju. Ia maju sebagai calon kepala desa. Slogan kampanyenya adalah “Keren”, akronim dari kreatif, energik, realistis, dan netralis.
Batuah adalah desa dengan penduduk terbanyak di Kukar. Terdiri dari 10 dusun dan 49 RT, desa ini dihuni 12 ribu jiwa. Sebanyak 7.714 jiwa di antaranya memiliki hak pilih. Untuk ukuran desa, jumlah penduduk Batuah sangat besar, nyaris setara sebuah kecamatan di kabupaten lain di Kaltim. Wilayahnya juga luas, 84,7 kilometer persegi. Terbentang di antara Balikpapan-Samarinda. Bertetangga dengan lokasi ibu kota negara yakni Samboja-Sepaku.
Dalam pemilihan kepala desa serentak di Kukar, 16 Oktober 2019, Rasyid maju bersama tiga calon kades. Di luar dugaan, Rasyid meraih 56 persen suara atau sebanyak 3.347 suara. Secara jumlah, suara yang diraih Rasyid adalah yang terbesar dari 108 pilkades di sekujur Kukar. Jumlah suaranya bahkan setara dengan raihan beberapa anggota legislatif di DPRD Kukar. Menurut jadwal, Rasyid dilantik Desember 2019 mendatang.
Program Prioritas
Selama empat tahun memimpin perusahaan di Batuah, Rasyid menemukan banyak problem. Setidaknya ada empat, yang lantas penyelesaiannya ia jadikan prioritas.
Ia telah membuat kontrak untuk mundur dari jabatan jika program prioritas ini tidak berjalan dalam setahun pertama pemerintahan.
Pertama, Batuah sangat padat penduduk. Rumah warga sebagian besar terbuat dari kayu. Jarak antar rumah sangat rapat. Bencana kebakaran bisa sangat buruk di sini. Fakta lain, pos pemadam kebakaran terdekat justru sangat jauh, di Desa Loa Duri.
“Setahun pertama, saya ingin Batuah memiliki mobil pemadam kebakaran. Sudah ada perusahaan yang siap menyalurkan dana CSR (corporate social responsibility) untuk pengadaan mobil. Jadi, tidak memakai anggaran desa,” jelas Rasyid.
Masalah kedua adalah air bersih. Masyarakat Batuah sebagian besar mengandalkan air hujan dan sumur terbuka. Belum ada jaringan air bersih. Warga hanya menggunakan mesin pompa pribadi untuk mengalirkan air ke rumah. Hal itu menimbulkan bahaya.
“Pernah kejadian, kabel mesin terkelupas dan terinjak warga,” kata Rasyid.
Ia punya rencana. Rasyid ingin setiap dusun memiliki satu sumur bor. Sumur itu lantas dihubungkan dengan jaringan pipa. Yang membangun adalah pemerintah desa. Yang mengelola adalah Bumdes, badan usaha milik desa. Bumdes akan bertindak semi-PDAM. Rumah warga dipasangi meteran air. Warga kemudian membayar tagihan ke Bumdes.
“Ada 10 dusun sehingga perlu 10 sumur bor. Untuk program ini, direncanakan bertahap,” jelas Rasyid.
Program ketiga adalah subsidi angkutan pelajar. Batuah, meski terletak di antara dua kota terbesar di Kaltim, tidak banyak memiliki angkutan umum. Sebagian besar pelajar memakai jasa transportasi sewa milik warga. Rasyid yang menyelesaikan MI dan MTs di Batuah tahu benar hal itu. Lebih mahal ongkos transportasi daripada membeli buku atau seragam.
“Desa akan membicarakan tarif jasa sewa kendaraan ini kemudian menyubsidinya. Jadi pelajar bisa gratis ke sekolah, bisnis penyewaan milik warga juga tetap hidup,” lanjutnya. Sumber dana untuk subsidi, sebut Rasyid, diharapkan dari CSR enam perusahaan yang beroperasi di Batuah.
Program terakhir adalah keadilan bagi tenaga kerja Batuah. Selama ini, pemuda-pemudi Batuah kesulitan bersaing untuk bekerja di perusahaan. Padahal, perusahaan tersebut beroperasi di dekat rumah mereka. Rasyid menggagas program pemagangan di perusahaan. Di sini, para pemuda Batuah di-upgrade agar memiliki keahlian. “Termasuk bekerja sama dengan balai latihan kerja,” imbuhnya.
Untuk jangka panjang, Rasyid menggagas pembangunan kebun buah milik desa. Batuah, kata dia, adalah desa yang berpotensi menjadi tempat persinggahan. Masjid Cheng Ho adalah contohnya. Batuah perlu lebih banyak tempat menarik. Potensi yang juga tak kalah adalah pertanian. Batuah memproduksi buah naga dan lada. Untuk buah naga, produk olahan belum digarap maksimal.
Rasyid berpandangan, seluruh potensi Batuah harus digali. Jika tidak, Rasyid khawatir, Batuah menjadi kota mati.
“Karena kira-kira 10 tahun lagi, batu bara di desa ini habis. Saya tidak mau melihat desa ini mati karena generasi penerus Batuah merantau ke tempat lain karena tak ada pekerjaan lagi di sini,” tutupnya. (*)
SUMBER : KALTIMKECE