Desa berasal dari istilah dalam bahasa Sansekerta yang berarti tanah tumpah darah. Menurut definisi universal, desa adalah kumpulan dari beberapa permukiman di area pedesaan atau rural area. Istilah desa di Indonesia merujuk kepada pembagian wilayah administratif yang berada di bawah kecamatan dan dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Desa adalah suatu kumpulan dari beberapa pemukiman kecil yang biasa disebut Kampung (Jabar), Dusun (Yogya), atau Banjar (Bali) dan Jorong (Sumbar). Sebutan lain untuk Kepala Desa adalah Kepala Kampung, Petinggi (Kaltim), Klebun (Madura), Pambakal (Kalsel), Kuwu (Cirebon), Hukum Tuan (Sulut).
Istilah desa berkembang dengan nama lain sejak berlakunya otonomi daerah seperti di Sumbar dengan sebutan Nagari, Gampong dari Aceh, dan dikenal dengan sebutan kampung di Papua, Kutai Barat. Semua institusi lain di desa juga bisa mengalami perbedaan istilah tergantung kepada karakteristik adat istiadat dari desa tersebut. Perbedaan istilah tersebut merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan dari pemerintah terhadap asal usul adat setempat yang berlaku. Walaupun begitu, dasar hukum desa tetap sama yakni didasarkan pada adat, kebiasaan dan hukum adat.
Pembentukan Desa di Zaman Belanda
Desa sebagai unit paling rendah tingkatannya dalam struktur pemerintahan Indonesia telah ada sejak dulu dan bukan terbentuk oleh Belanda. Awal sejarah terbentuknya desa diawali dengan terbentuknya kelompok masyarakat akibat sifat manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan kodrat atau kepentingan yang sama dari bahaya luar. Kapan awal pembentukan desa hingga sekarang sulit diketahui secara pasti. Tetapi ada bukti dalam prasasti Kawali di Jawa Barat pada akhir tahun 1350 M serta ditemukannya prasasti Walandit di Tengger, Jatim pada 1381 M. Desa sudah ada jauh sebelum penjajahan Belanda di Indonesia dimana penyelenggaraannya didasarkan pada hukum adat.
Setelah Belanda menjajah Indonesia dan membentuk undang – undang pemerintahan di Hindia Belanda (Regeling Reglemen), maka desa juga diberi kedudukan hukum. Untuk menjabarkan maksud dari peraturan perundangan tersebut, Belanda kemudian mengeluarkan Indlandsche Gemeente Ordonnantie (IGO) yang berlaku untuk Jawa dan Madura. Pada tahun 1924 Regeling Reglemen diubah dengan Indische Staatsregeling tetapi dalam prinsipnya tidak ada perubahan berarti, maka IGO masih berlaku. Untuk daerah di luar Jawa pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, Belanda mengeluarkan peraturan Indlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengewesten (IGOB) tahun 1938 no.490.
Menurut IGO ada tiga unsur penting dari sejarah terbentuknya desa yaitu kepala desa, pamong desa dan rapat desa. Kepala desa adalah penguasa tunggal pemerintahan desa, menyelenggarakan urusan rumah tangga desa dan urusan yang berhubungan dengan pemerintah dan harus memperhatikan pendapat desa dalam melaksanakan tugasnya. Kepala desa dibantu oleh Pamong Desa yang berbeda sebutannya antara satu daerah dengan daerah yang lain. Kepala desa perlu tunduk pada rapat desa untuk hal – hal yang penting.
Pembentukan Desa di Zaman Jepang
Masa penjajahan Jepang di Indonesia yang singkat tidak membawa banyak perubahan dalam struktur dan sistem pemerintahan Indonesia termasuk untuk struktur dalamm sejarah terbentuknya desa. Secara umum pemerintahan Jepang secara umum menghapuskan demokrasi dalam pemerintahan daerah. Pada prinsipnya IGO serta peraturan lainnya tetap berlaku dan tidak ada perubahan, sehingga desa tetap ada dan tetap berjalan sesuai peraturan yang ada sebelumnya. Hanya ada sedikit perubahan pada Osamo Seirei 1942 yang mengganti beberapa sebutan kepala daerah dengan bahasa Jepang seperti Syuco, Kenco, Si-Co, Tokubetu – si, Tokubetu Sico, Gunco, Sonco dan Kuco, juga ada Osamu Seirei 7 tahun 1944 yang sedikit merubah tata cara pemilihan kepala desa. Ketahui juga mengenai perkembangan nasionalisme di Indonesia dan latar belakang kerusuhan Mei 1998.
Struktur Desa di Indonesia
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2005 mengenai Desa bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, didasarkan pada asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan RI. Sedangkan menurut UU no.6 Tahun 2014 tentang desa, disebutkan bahwa desa adalah desa dan desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan RI.
Desa bukan berada di bawah kecamatan karena kecamatan adalah bagian dari kabupaten/kota, dan desa bukanlah bagian dari perangkat daerah. Desa berbeda dengan kelurahan dan memiliki hak untuk mengatur wilayahnya lebih luas, tetapi dalam perkembangannya statusnya dapat berubah menjadi kelurahan. Kewenangan yang dimiliki desa adalah:
Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada yang didasarkan pada hak asal usul desa
Menyelenggarakan urusan pemerintahan kewenangan kabupaten/kota yang pengaturannya diserahkan kepada desa, yaitu urusan pemerintahan yang secara langsung dapat membantu meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.
Memiliki tugas pembantuan dari pemerintah, propinsi dan pemerintah kabupaten atau kota.
Menjalankan urusan pemerintahan lain yang diserahkan kepada desa. Ketahui juga mengenai sejarah perumusan UUD 1945 , biografi Cut Nyak Dhien dan biografi Mohammad Hatta.
Susunan Pemerintahan Desa
Fungsi dalam sejarah terbentuknya desa adalah sebagai hinterland (pemasok kebutuhan kota), sebagai sumber tenaga kerja kasar, mitra bagi pembangunan kota dan sebagai bentuk pemerintahan terkecil di wilayah NKRI. Desa memiliki struktur pemerintahan sendiri yang terdiri dari Pemerintah Desa, meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Kepala Desa
Pimpinan yang menyelenggarakan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan kepala desa selama 6 tahun dan bisa diperpanjang untuk satu kali masa jabatan lagi. Kepala desa juga berwenang untuk menetapkan Peraturan Desa yang sudah disepakati bersama BPD. Pemilihan Kepala Desa dilakukan langsung bersama penduduk desa setempat.
Perangkat Desa
Tugasnya adalah untuk membantu Kepala Desa dalam melakukan tugas dan wewenangnya. Perangkat desa terdiri dari Sekretaris Desa yang diisi oleh pegawai negeri sipil dan diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati atau Walikota, tiga Kepala Urusan, tiga Kepala Seksi dan Kepala Kewilayahan/Dusun/Dukuh atau sebutan lain sesuai daerahnya masing – masing. Perangkat desa lain diangkat oleh Kepala Desa dan berasal dari penduduk desa yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Desa, dan mereka juga memiliki tugas untuk mengayomi kepentingan masyarakat.
Badan Permusyawaratan Desa
Dalam sejarah terbentuknya desa, BPD adalah lembaga yang mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa tersebut per wilayah, yaitu Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh masyarakat lainya. Masa jabatan untuk anggota BPD adalah selama 6 tahun dan bisa kembali diangkat untuk masa jabatan berikutnya. Pemimpin serta anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan Kepala Desa atau Perangkat Desa. Fungsi BPD adalah untuk merumuskan peraturan bersama Kepala Desa, untuk menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat desa.
Ciri–ciri masyarakat dalam sejarah terbentuknya desa antara lain bahwa kehidupan keagamaan di desa lebih kuat daripada di kota karena kontrol sosial yang lebih ketat, penduduk cenderung untuk saling tolong menolong karena rasa kebersamaan yang tinggi, dan tingkat ketergantungan cukup tinggi juga karena hal tersebut. Pembagian kerja yang cenderung baur dan tidak ada batasan yang jelas, pekerjaan yang sama seperti anggota keluarga terdahulu, kurangnya kreativitas dan inovasi karena keterbatasan teknologi, interaksi untuk kepentingan bersama, pembagian waktu lebih teliti dan perubahan sosial yang terjadi perlahan.